Dampak perang Rusia- Ukrania terhadap nilai tukar rupiah

Perang antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada tahun 2022 membawa dampak besar pada perekonomian global, termasuk fluktuasi nilai tukar mata uang seperti Rupiah. Konflik ini memengaruhi pasar keuangan, perdagangan internasional, serta persepsi risiko investor terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak spesifik yang dialami nilai tukar Rupiah akibat perang tersebut:


1. Kenaikan Harga Komoditas Global

Perang Rusia-Ukraina memicu lonjakan harga komoditas global, seperti energi dan bahan pangan, yang memengaruhi nilai tukar Rupiah.

  • Minyak dan gas: Rusia adalah salah satu eksportir utama minyak dan gas dunia. Gangguan pasokan meningkatkan harga energi secara global. Indonesia, sebagai net importir minyak, harus mengeluarkan lebih banyak devisa untuk memenuhi kebutuhan energi, yang menekan Rupiah.
  • Pangan: Ukraina dan Rusia merupakan eksportir utama gandum, jagung, dan pupuk. Lonjakan harga bahan pangan memengaruhi inflasi di Indonesia, yang berdampak pada daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

2. Persepsi Risiko Global dan Aliran Modal

  • Peningkatan aversi risiko: Konflik geopolitik meningkatkan ketidakpastian global, sehingga investor cenderung mengalihkan dana mereka ke aset-aset aman (safe haven) seperti Dolar AS dan emas.
  • Outflow modal: Aliran modal keluar dari pasar negara berkembang termasuk Indonesia mengakibatkan tekanan pada nilai tukar Rupiah.
  • Pengetatan kebijakan moneter global: Bank sentral negara-negara maju, seperti Federal Reserve AS, menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi akibat perang, sehingga memperlebar selisih suku bunga dengan negara berkembang dan menarik lebih banyak modal keluar.

3. Dampak pada Neraca Perdagangan Indonesia

  • Ekspor: Harga komoditas ekspor utama Indonesia, seperti batu bara dan CPO (minyak sawit mentah), meningkat akibat perang, memberikan surplus pada neraca perdagangan. Ini membantu memperkuat Rupiah dalam beberapa periode.
  • Impor: Namun, kenaikan harga minyak mentah dan kebutuhan impor lainnya meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan, memberikan tekanan pada Rupiah.

4. Inflasi Domestik dan Stabilitas Ekonomi

Lonjakan harga komoditas global memicu inflasi di Indonesia. Inflasi yang tinggi dapat melemahkan daya beli masyarakat dan menciptakan tekanan tambahan pada nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara menahan inflasi dan mempertahankan stabilitas Rupiah melalui kebijakan moneter.


5. Ketergantungan pada Dolar AS

Perang memperkuat dominasi Dolar AS sebagai mata uang cadangan global. Meningkatnya permintaan Dolar AS akibat krisis geopolitik mengakibatkan pelemahan mata uang negara berkembang, termasuk Rupiah.


6. Volatilitas di Pasar Keuangan

  • Pasar saham: Ketidakpastian geopolitik menimbulkan volatilitas tinggi di pasar saham Indonesia, yang berpengaruh pada kepercayaan investor terhadap Rupiah.
  • Obligasi pemerintah: Aliran modal keluar dari obligasi pemerintah Indonesia memengaruhi stabilitas nilai tukar.

Respons Pemerintah dan Bank Indonesia

  • Intervensi pasar: Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilitas Rupiah.
  • Peningkatan suku bunga: Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan guna menarik modal masuk dan menahan inflasi.
  • Diversifikasi perdagangan: Pemerintah mendorong diversifikasi mitra dagang dan mendorong penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS.

administrator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Chat kami disini ya!
Hallo ada yang bisa kami bantu?